Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Koleksi Keris Penyalang di Museum Tanjungpandan

Gambar
Foto dari Kiri-kanan (yang dibaringkan) ; nomor 1 dan 2 adalah jenis keris Penyalang (foto by Yanto) Keris Penyalang adalah keris yang bilahnya berbentuk lebih ramping dan lebih panjang dari keris pada umumnya, jika keris "standard" bilahnya berukuran panjang antara 30-40cm, maka keris penyalang bilahnya berkisar lebih kurang 50cm, bahkan ada yang sampai 60cm, bilah keris penyalang pada umumnya adalah bilah dhapur keris lurus ("tanpa luk"/luk satu), sebagian penggemar keris menyebut keris penyalang ini dengan sebutan keris Bangkinang, karena pada zaman dulu keris penyalang ini banyak dibuat di daerah Bangkinang, Riau (60 Km dari Pekanbaru); Didalam Ensiklopedia Keris yang ditulis Bambang Harsrinuksmo, pada halaman 88, disebutkan bahwa Keris Bangkinang/Penyalang populer di era pertengahan abad 16 sampai akhir abad 19, karena kepopulerannya lalu keris ini ditiru oleh para pembuat keris di Bangka, Belitung dan Kampar, namun bentuknya sedikit lebih pendek dar

Beberapa bilah tradisional Belitung

Gambar
Selain membahas mengenai berbagai senjata pusaka yang ada di Belitung, yang sarat dengan muatan sejarahnya, disini juga kita perlu untuk melihat bilah-bilah tradisional Belitung, yang dari dulu sampai saat ini masih eksis keberadaannya dan terus dibuat oleh para pande besi di Belitung; dari kiri-kanan : Parang Badau/Parang Belitung, Parang Penabur sedang, Parang Penabur panjang (nama penabur sendiri, jujur saja baru-baru ini saya mendengar nama tersebut dari keterangan seorang pande besi di Desa Badau, yang akrab dipanggil Pak Sam, menariknya baik itu dari segi nama maupun bentuknya memang tidak begitu berbeda dengan parang nabur Banjar seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, adakah kesamaan ini merupakan indikasi adanya pengaruh budaya Banjar dalam perbilahan di Belitung? pertanyaan ini nampaknya tidak mudah untuk kita cari jawabannya), parang penabur biasa digunakan untuk menebas semak belukar, yaitu untuk membuka kebun, bentuknya yang cukup panjang dan ringan, membuat peke

Koleksi Siwar/Tumbuk Lado Palembang

Gambar
Badik Siwar Palembang Dua buah Badik Siwar Palembang, koleksi warisan keluarga turun temurun, oleh karena memang leluhur keluarga kami yaitu generasi kelima diatas adalah berasal dari Palembang, bernama Kemas Djinal, yang merantau ke Belitung pada awal abad 19, memperistri Nyiayu Kuni Binti Kiagus Hatam (Depati Cakraningrat ke 7), semasa hidupnya di era Depati Rahat (Depati Cakraningrat ke 8), Kemas Djinal ditunjuk sebagai Kepala Distrik/Ngabehi wilayah Sijuk, Belitung;  Sekilas perbedaan Badik Tumbuk Lada Sumatera dengan Badik Sulawesi (Bugis, Makassar dll); Perbedaan yang paling mencolok antara badik Sulawesi dan badik tumbuk lada/siwar adalah pada bilahnya, badik Sulawesi bilahnya pada umumnya berpamor (walaupun ada juga yg polos, pamor kelengan dalam bahasa Jawa-nya) sedangkan Tumbuk Lada/siwar pada umumnya polos (tidak dibuat dengan teknik tempa lipat); Badik Sulawesi dibuat dengan tehnik tempa lipat dengan berbagai unsur logam yang berbeda, sebagaimana proses p

Koleksi "badik" Siwar Palembang di Museum Tanjungpandan

Gambar
jejeran koleksi Siwar/sewar di Museum Tanjungpandan  (khusus yang paling tengah adalah rencong) foto-foto by Yanto Siwar adalah senjata tikam sejenis badik yang ada di Palembang, Badik pada dasarnya adalah nama senjata khas asal Sulawesi Selatan, yaitu sangat identik dengan suku Bugis, Makassar dan sekitarnya, di Sumatera sendiri senjata penikam sejenis Badik ini lebih populer dikenal dengan sebutan Tumbuk Lada/Tumbuk Lade/Tumbuk Lado, perbedaannya dengan Siwar Palembang tidak terlalu mencolok (bahkan terkadang Siwar di palembang sendiri disebut juga Tumbuk Lado), yaitu siwar biasanya baik gagang maupun sarungnya relatif sederhana, tidak terlalu banyak ukiran, sedangkan Tumbuk Lada Melayu (Melayu Deli, Suku Karo, Melayu semenanjung Malaysia) biasanya disertai ukiran yang lebih rumit dan indah, baik pada sarung, pangkal sarung, maupun pada gagangnya, yang biasanya diukir dengan motif Flora, maupun binatang (terutama motif kepala burung pada tumbuk lada Karo dan sekitar

Koleksi Pisopodang di Museum Tanjungpandan

Gambar
foto by Yanto. Salah satu koleksi pedang yang cukup banyak di Museum Tanjungpandan adalah pedang "pisopodang" atau kadang disebut "podang" saja, mengenai asal muasal pedang jenis ini nampaknya masih banyak simpang siur pendapat, ada pendapat yang mengatakan pedang jenis ini berasal dari Sumatera, khususnya di Sumatera bagian utara, yaitu dikenal sebagai pedangnya suku Batak (dikalangan orang Batak disebut Pisopodang), akan tetapi ada sebagian lagi pendapat yang mengatakan bahwa pedang jenis ini adalah berasal dari Kalimantan, yaitu yang banyak digunakan oleh Suku Dayak Iban (di Kalimantan, Suku Dayak Iban menyebut pedang ini dengan sebutan Podang). mengenai perbedaan pendapat ini saya dalam posisi tidak memihak salah satu pendapat, karena menurut saya kedua-dua pendapat tersebut ada benarnya, pedang jenis ini didalam sejarah, khususnya pada era abad ke 19, hampir merata digunakan berbagai suku dan kerajaan di Nusantara, terutama di Sumatera dan Kalimantan,

Koleksi Pedang Palembang di Museum Tanjungpandan

Gambar
jejeran pedang sabet Palembang, dengan hulu gagang berupa ukiran yang khas, ada sebagian pendapat yang mengatakan ukiran tersebut adalah ukiran dari kepala monster laut yang disebut MAKARA, mahluk mitologi yang dipercayai oleh masyarakat Palembang pada zaman dahulu; jejeran pedang sabet Palembang (kecuali kedua dari bawah, yaitu merupakan Kampilan Bolo) Pedang-pedang Palembang diatas, diperkirakan berasal dari abad 18 dan 19 Masehi; Boleh dikatakan koleksi pedang yang paling banyak di Museum Tanjungpandan adalah Pedang sabet Palembang, hal yang tidak mengherankan dikarenakan pada masa lalu ada hubungan politik yang erat antara kesultanan Palembang Darussalam dengan Pulau Belitung, yaitu Pulau Belitung termasuk wilayah taklukan dari Kesultanan Palembang Darussalam, Pemerintahan Depati Cakradiningrat di Belitung bisa dikatakan adalah kekuasaan bawahan/tundukan dari Kesultanan Palembang Darussalam, gelar keluarga Dinasti Depati Cakradiningrat Belitung menggunakan gelar Kia

Koleksi Pedang Kampilan di Museum Tanjungpandan

Gambar
Koleksi Kampilan di Museum Tanjungpandan (Bilah paling atas) Sebagaimana tulisan saya sebelumnya mengenai Koleksi Sundang di Musium Tanjungpandan,  https://belitongdjadoel.blogspot.co.id/2017/11/koleksi-sundang-di-museum-tanjungpandan.html  , Kampilan adalah juga merupakan salah satu senjata bilah panjang khas suku bangsa Moro di Filipina Selatan  berikut sub sukunya (Maguindanao, maranao, Illanun/Iranun, Tausug (sulu) dll). Bilah kampilan berbentuk ramping dan panjang, dengan bilah tajam pada salah satu sisi bilah, bentuk ujung bilah yang agak membesar, berguna untuk menambah momentum tebasan sehingga tebasan menjadi lebih efektif/bertenaga saat digunakan dalam pertempuran, gagang kampilan terbuat dari kayu keras yang dililit tali rotan, memiliki handguard yang disebut sampok, dan ujung gagang yang umumnya berbentuk ukiran seperti mulut buaya yang sedang menganga, akan tetapi ada pula yg berbentuk ukiran lain, seperti koleksi Museum Tanjungpandan  foto bagian gagang

Koleksi Parang Nabur di Museum Tanjungpandan

Gambar
Salah satu koleksi Parang Nabur di Museum Tanjungpandan (Foto Kedua dari bawah) Parang Nabur atau Pedang Nabur adalah sejenis pedang berbentuk melengkung asal daerah Banjar Kalimantan Selatan, banyak dibuat dan digunakan pada awal abad ke-19 oleh Kesultanan Banjarmasin, bentuknya sendiri menunjukkan adanya akulturasi budaya, pada bagian gagang dipengaruhi model pedang eropa/belanda (ada sebagian pendapat yang mengatakan parang nabur awalnya adalah terinspirasi dari bentuk pedang angkatan laut Hindia Belanda, akan tetapi parang nabur dibuat dengan ukuran bilah yang lebih pendek, berkisar antara 60-75 cm, menyesuaikan dengan postur orang pribumi pada umumnya), bentuk bilahnya sendiri yang melengkung mengingatkan kita akan pedang-pedang dalam peradaban Islam. Pada zamannya parang nabur tidak diberikan kepada sebarang prajurit di Kesultanan Banjarmasin, akan tetapi biasanya diberikan kepada setidaknya prajurit level menengah dan atas, sehingga produksi parang nabur cukup ter

Koleksi Sundang di Museum Tanjungpandan

Gambar
Foto Kedua dari kiri (yang dibaringkan) adalah koleksi Sundang di Museum Tanjungpandan (foto by Yanto). Foto-foto lainnya dari Koleksi Sundang di Museum Tanjungpandan (foto by Viqie) Sundang, yang pada bangsa Moro disebut juga Kalis, adalah senjata sejenis keris yang berasal dari Filipina Selatan, yaitu suku bangsa Moro berikut sub sukunya (Maguindanao, maranao, Illanun/Iranun, Tausug (sulu) dll), dalam perjalanannya kemudian Sundang cukup tersebar penggunaannya di Suku Bangsa Melayu, baik itu Melayu di semenanjung Malaya, Sumatera, maupun Kalimantan (Di Sabah, kalimantan bagian utara, banyak suku Iranun yg telah berdiam berabad-abad, walaupun asal nenek moyang mereka dari Kepulauan di Filipina Selatan) secara fisik Sundang berukuran jauh lebih besar dari keris pada umumnya, bilahnya lebar, tajam kedua sisi sebagaimana keris, panjang bilahnya biasanya diatas 50cm, memiliki ganja/gonjo (dalam istilah tausug disebut katik) sebagaimana keris, akan tetapi sundang bias

beberapa koleksi keris di Museum Tanjungpandan

Gambar
Berikut sebagian koleksi keris di Museum Tanjungpandan; beberapa keris (yang disusun berdiri) dari kiri-kanan : urutan nomor 1, 3, 5 dan 6 menunjukkan dari warangka/sarung maupun gagang/hulu/dederan nya adalah keris Bugis, sedangkan keris urutan no 2 dan 4 adalah keris Palembang, khusus yang nomor dua termasuk jenis keris Patrem, yaitu keris yang berukuran pendek; urutan dari kiri-kanan (disusun berdiri) : urutan nomor 1, 2, 3, 6 adalah keris bugis, nomor 4 dan 5 keris melayu urutan dari kiri-kanan (yang dibaringkan) : no 1 dan 2 adalah keris Jawa dengan warangka jenis Ladrang dari kiri-kanan (yang dibaringkan) no 2 dari kiri adalah Sundang, masih keluarga keris, yaitu keris khas rumpun bangsa Moro (Filipina Selatan), yang antara lain yaitu suku Iranun/Illanun/Lanun, Maranao, Maguindanao dll, di Moro keris ini juga kadang disebut Kalis, ukurannya jauh lebih besar dari keris-keris di Nusantara pada umumnya dan dalam penggunaannya tidak lagi digunakan sebagai senjata

mencari jejak sejarah pada senjata-senjata pusaka di Belitung

Gambar
Di Pulau Belitung (dibaca Belitong dalam dialeg lokal) banyak terdapat senjata-senjata tajam peninggalan leluhur jaman dahulu yang kadang disebut pula senjata pusaka, mulai dari senjata bilah panjang seperti pedang dan tombak, maupun yang bilah pendek seperti keris, badik, dll dengan berbagai variannya. senjata pusaka ini sebagian tersimpan sebagai koleksi dari beberapa museum yang ada di pulau Belitong seperti Museum Tanjungpandan, Museum Badau dan Museum Buding, sebagiannya lagi masih tersimpan dirumah-rumah penduduk sebagai benda pusaka warisan keluarga dan ada juga tersimpan dibeberapa orang kolektor yang menggemari senjata-senjata lawas tersebut; Kali ini akan saya jabarkan secara umum beberapa koleksi di Museum Tanjungpandan, seperti foto-foto dibawah ini; Menariknya dari sekian banyak koleksi senjata di Museum Tanjungpandan tersebut, menunjukkan variatifnya asal senjata-senjata tersebut, seperti misalnya keris, ada