Postingan

Makna keris pusaka luk 5 berdhapur Bakung

Gambar
(foto by Yanto) Keris diatas adalah salah satu dari beberapa keris pusaka berluk 5, warisan turun temurun yang ada dalam pemeliharaan penulis, estimasi pembuatannya adalah awal abad 19 atau sebelumnya, merupakan sebuah keris bergaya Melayu Palembang, dapat dilihat dari bentuk sampir warangkanya/sarungnya, hulu atau gagangnya terbuat dari kayu dengan ukiran yang rumit, detail dan indah, terkategori sebagai desain hulu burung. Bilahnya terkategori berdhapur/tipe Bakung, berluk 5, dengan pamor tirto tumetes atau air yang menetes; Luk 5 merupakan keris simbolik penanda keningratan sebagaimana yang telah penulis bahas dalam artikel sebelumnya; Makna dan filosofi dari bilah dan pamor : Dapur bakung adalah mengambil nama dari sebuah tanaman bunga, yaitu bunga bakung, bunga bakung merupakan bagian dari genus lilium atau yang dalam bahasa Inggris disebut Lily. Dalam berbagai peradaban dunia, bunga lily memiliki makna masing-masing, misalnya dalam adat pernikahan Yunani Kuno, mem

Peran pusaka bagi kekuasaan para raja atau penguasa di Nusantara tempo dulu

Gambar
Kedudukan benda-benda pusaka dalam sistem kekuasaan tradisional Nusantara jaman dahulu, memiliki peranan sentral, pusaka adalah lambang Legitimasi dari Penguasa atas kekuasaannya, hal senada sebagaimana disinggung para Sarjana kita, diantaranya sebagai berikut : "sebagai penguasa, Sultan didampingi oleh benda-benda pusaka (regalia) yang berfungsi untuk mendukung kekuasaan raja. Pusaka juga berfungsi sebagai tanda pemberian mandat kepada pembawa atau penerimanya untuk memperkuat legitimasi kekuasaannya, biasanya seorang raja akan mengumpulkan pusaka di keraton. benda-benda pusaka biasanya berupa keris, tombak atau bendera yang dikeramatkan (Selo Soemardjan 1962; 17-18 ; Moeldjanto dalam Antlov dkk, 2001 : xxi) Dengan demikian keberadaan benda-benda pusaka ini sangat penting, sehingga timbul kepercayaan pada penguasa-penguasa jaman dahulu, hilang pusaka berarti hilang pula kekuasaan. Hal ini dapat tergambar dari salah satu fragmen sejarah di Kesultanan Palembang, yaitu saat terja

Foto-foto lawas Mesjid Jamek Tanjungpandan

Gambar
Diatas adalah foto-foto Djadoel dari Mesjid Jamek Tanjongpandan, atau yang sekarang dinamakan Mesjid Agung Al-Mabrur. Foto-foto diatas, sayangnya tidak jelas diambil tahun berapa, tapi untuk foto yang paling atas adalah diambil dari masa yang lebih terkemudian, sekitar tahun 1990an penulis masih ingat bentuk Mesjid Jamek kurang lebih masih sama seperti foto paling atas tersebut. Didalam buku Gedenboek, disebutkan bahwa Mesjid Jamek didirikan tahun 1870. Didirikannya adalah pada era Pemerintahan Depati Kiagus Muhammad Saleh selaku Depati Belitung (Depati Cakradiningrat 9), beliau adalah Depati Belitung terakhir yang menjabat menggantikan mendiang Kakanda beliau yaitu Depati Rahad, yaitu sejak tahun 1854 sampai dengan tahun 1873, tahun 1873 dikarenakan sudah merasa uzur usianya, Depati Muhammad Saleh mengundurkan diri dari Jabatan Depati, pengunduran diri beliau ini menandai berakhirnya Pemerintahan Kedepatian Belitong, yang sudah bertahan lebih kurang dua setengah abad di Pu

Suasana di Jl. Depati Rahad tempoe doeloe

Gambar
Rumah dalam foto diatas berlokasi di Jalan Depati Rahad, kelurahan Kota, Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, tepatnya di RT 07 RW 09. Foto diambil sekitar tahun 1950an. Adalah Rumah Kiagus Muhammad Said (Alm), yaitu Ramonda-nya/ayah dari Kiagus Bustami (Alm), yang di era tahun 70an pernah menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk II Belitung. Beliau adalah cicit dari Kiagus Muhammad Saleh (Depati Cakradiningrat 9). Rumah ini sekarang sudah tiada, letak tepatnya sekarang kira-kira persis disamping Toko Iwan Cis, yang banyak menjual tanaman hias Bonsai di serambi toko dan rumahnya, berhadapan/diseberang Mesjid Jamik Al-Mabrur Tanjungpandan (Foto ini masih tersimpan dirumah Bang Iwan dan Rumah Mak Sot, yang letaknya berdekatan). Menurut penuturan Mak Sot, yaitu anak dari Kiagus Bustami (Alm), dari hasil wawancara penulis, beliau menceritakan bahwa rumah orang tuanya tersebut terakhir berdiri sekitar awal tahun 1960an, kemudian karena sudah uzur termakan usia,

Menelisik lebih jauh Keris Panjang Belitung

Gambar
Didalam artikel yang saya tulis hampir setahun yang lalu, yaitu tentang koleksi Keris Penyalang di Musium Tanjungpandan saya sempat menyinggung akan adanya kemungkinan Keris Made in Belitung pada masa lalu, yaitu menyitir dari kutipan Paragraf pada Ensiklopedia Keris karangan Bambang Harsrinuksmo. Waktu berjalan, sampai pada akhirnya dari diskusi dengan sahabat Wahyu Kurniawan, didapati informasi sejarah yang mengkonfirmasi dugaan akan pernah adanya pembuatan keris pada masa lalu di Belitung, yaitu dari Tulisan Cornelis De Groot yang merupakan salah seorang pioneer penambangan timah Biliton Maatschaapij, yang menyebutkan bahwa orang Belitung (blitongees) juga memiliki keris panjang sebagai senjata mereka, yaitu bilahnya berkisar 44cm. Senada dengan yang diutarakan oleh Bambang Harsrinuksmo diatas, Keris Penyalang atau Keris Bangkinang karena kepopulerannya pada masa lalu, kemudian "ditiru" oleh pembuat keris di Bangka dan Belitung dengan ukuran yang lebih pendek dari

Koleksi Keris Penyalang di Museum Tanjungpandan

Gambar
Foto dari Kiri-kanan (yang dibaringkan) ; nomor 1 dan 2 adalah jenis keris Penyalang (foto by Yanto) Keris Penyalang adalah keris yang bilahnya berbentuk lebih ramping dan lebih panjang dari keris pada umumnya, jika keris "standard" bilahnya berukuran panjang antara 30-40cm, maka keris penyalang bilahnya berkisar lebih kurang 50cm, bahkan ada yang sampai 60cm, bilah keris penyalang pada umumnya adalah bilah dhapur keris lurus ("tanpa luk"/luk satu), sebagian penggemar keris menyebut keris penyalang ini dengan sebutan keris Bangkinang, karena pada zaman dulu keris penyalang ini banyak dibuat di daerah Bangkinang, Riau (60 Km dari Pekanbaru); Didalam Ensiklopedia Keris yang ditulis Bambang Harsrinuksmo, pada halaman 88, disebutkan bahwa Keris Bangkinang/Penyalang populer di era pertengahan abad 16 sampai akhir abad 19, karena kepopulerannya lalu keris ini ditiru oleh para pembuat keris di Bangka, Belitung dan Kampar, namun bentuknya sedikit lebih pendek dar

Beberapa bilah tradisional Belitung

Gambar
Selain membahas mengenai berbagai senjata pusaka yang ada di Belitung, yang sarat dengan muatan sejarahnya, disini juga kita perlu untuk melihat bilah-bilah tradisional Belitung, yang dari dulu sampai saat ini masih eksis keberadaannya dan terus dibuat oleh para pande besi di Belitung; dari kiri-kanan : Parang Badau/Parang Belitung, Parang Penabur sedang, Parang Penabur panjang (nama penabur sendiri, jujur saja baru-baru ini saya mendengar nama tersebut dari keterangan seorang pande besi di Desa Badau, yang akrab dipanggil Pak Sam, menariknya baik itu dari segi nama maupun bentuknya memang tidak begitu berbeda dengan parang nabur Banjar seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, adakah kesamaan ini merupakan indikasi adanya pengaruh budaya Banjar dalam perbilahan di Belitung? pertanyaan ini nampaknya tidak mudah untuk kita cari jawabannya), parang penabur biasa digunakan untuk menebas semak belukar, yaitu untuk membuka kebun, bentuknya yang cukup panjang dan ringan, membuat peke